Survei-survei Indikator Politik Indonesia selalu menarik perhatian. Termasuk survei di tahun lalu yang menghasilkan data bahwa 47.7% responden makin takut menyampaikan uneg-unegnya dan sebanyak 57.7% lainnya sepakat bahwa alasan rakyat takut berpendapat karena takut pula ditangkap oleh aparat yang semena-mena, terlebih jika pendapat atau kritik dilontarkan untuk pemerintah.
Tidak hanya survei Indikator Politik Indonesia, penelitian juga pernah dilakukan oleh Litbang Kompas bersama Komnas HAM untuk mengetahui bagaimana pandangan rakyat mengenai kebebasan berekspresi dan berpendapat: 26% dari 1.200 orang justru takut untuk menyatakan kritik kepada pemerintah.
Jajak pendapat Litbang Kompas lainnya juga pernah dihelat dan terungkap bahwa di peringatan 1 tahun Jokowi – Ma’ruf Amin menjabat, sebanyak 33,5% persen warga menyatakan pembatasan kebebasan berekspresi dan berpendapat masih dibatasi dan merupakan permasalahan di bidang politik yang harus segera diatasi.
Alasan Rakyat Takut Bersuara
Mengapa bisa timbul ketakutan seperti itu? Karena rakyat kecil sudah menyaksikan sendiri ketimpangan perlakuan hukum ke rakyat biasa dan pejabat, bahkan yang jelas-jelas berkorupsi. Mereka tahu, tidak akan pernah menang.
Contohnya, kasus pencurian sandal jepit kepunyaan anggota Brimob Polda Sulteng yang membuat seorang pelajar SMK di Sulawesi Tengah terancam hukuman kurungan maksimal lima tahun penjara. Ancaman hukuman untuk seorang pencuri sendal jepit ini malah lebih banyak ketimbang hukuman untuk koruptor yang berdasarkan, data Indonesia Corruption Watch (ICW) yaitu di bawah dua tahun.
Termasuk ke rakyat yang ingin memulai usaha, belum apa-apa mereka sudah dipersulit dalam mengakses pelayanan publik untuk segala kegiatan berbisnis termasuk pengurusan izin usaha.
Bahkan pada April lalu, terjadi kehebohan sejumlah pengusaha lokal yang dizalimi oleh lembaga BUMN terkait keterlambatan pembayaran jasa. Sebelum akhirnya viral di dunia maya, pengusaha-pengusaha lokal ini enggan bersuara. “Takut tidak mendapat pekerjaan lagi,” alasannya.
Ombudsman RI pernah mengungkapkan alasan banyak pengusaha yang tidak melaporkan hal ini karena jika melapor malah menambah permasalahan lainnya.
Keadaan seperti ini salah. Seharusnya semua orang sama derajatnya di mata hukum. Tidak seharusnya pejabat musti lebih dihormati rakyat kecil.
Undang-undang Tidak Berlaku Bagi Semua Orang?
Indonesia sudah jelas-jelas menjunjung kebebasan berpendapat yang tertuang di UUD 1945 Pasal 28 E dan F serta di Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, dalam pasal 14, 23, 24, dan 25.
Selain itu, terkhusus untuk pengusaha, tidak seharusnya dipersulit seperti ini dan merasa takut untuk melaporkan. Hak-hak atas pelaku usaha yang sebagaimana telah diatur di UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yaitu hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum dan mendapatkan perindungan hukum.
Tetapi yang terjadi di lapangan tidak seindah yang tertera di undang-undang. Bagi sejumlah pengusaha yang tidak ikut menyerah mengurus segala perizinan demi kegiatan berbisnisnya agar lancar, ada pula yang mengambil jalan pintas dengan merogoh sejumlah kocek untuk menyuap petinggi negara.
Jika pejabat di negara inti anti-kritik dan merasa paling berkuasa, maka hakikatnya Tanah Air tidak akan maju kemana-mana. Aspirasi-aspirasi hingga keluhan dari masyarakat perlu didengar jika terus menggaungkan bahwa segala yang dilakukan pejabat untuk kesejahteraan rakyat.
Discussion about this post